Hukum Menagih Utang yang Sesuai Syariat Islam

Hukum Menagih Utang yang Sesuai Syariat Islam

Menagih utang sering kali menjadi momen yang penuh tantangan, apalagi jika ingin tetap menjaga hubungan baik dan menjalankan prinsip agama. Bagaimana cara menagih utang yang tidak hanya efektif, tapi juga sesuai dengan syariat Islam? Artikel ini akan membahas langkah-langkah menagih utang dengan cara yang bijak dan penuh etika menurut ajaran Islam, sehingga Anda bisa menuntut hak tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Yuk, simak agar proses menagih utang bukan lagi beban, tapi justru membawa keberkahan.

Hutang Piutang dalam Hukum Islam

Dalam kehidupan sehari-hari, utang piutang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari interaksi sosial. Entah dalam skala kecil seperti pinjam uang antar teman, hingga skala besar seperti pinjaman modal usaha, praktik utang piutang kerap menjadi solusi di tengah kebutuhan mendesak. Islam sebagai agama yang sempurna memberikan panduan jelas dalam menyikapi transaksi ini, agar hubungan antar sesama tetap harmonis dan penuh keberkahan.

Dalam konsep muamalah, utang piutang diakui sebagai salah satu bentuk tolong-menolong yang sangat dianjurkan. Bahkan, membantu orang lain dengan memberikan pinjaman disebut sebagai ibadah yang berpahala. Mengapa bisa begitu? Karena ketika kita meminjamkan harta kepada orang yang membutuhkan, itu artinya kita sedang meringankan beban sesama — dan Islam sangat menjunjung tinggi nilai solidaritas sosial ini.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Dr. KH. M. Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha dalam buku Panduan Muslim Sehari-Hari” yang menyebutkan bahwa memberikan utang termasuk amal kebaikan yang bernilai pahala. Menolong orang lain melalui pinjaman merupakan bentuk nyata dari sifat peduli dan empati dalam Islam.

Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT memberikan perumpamaan yang begitu indah terkait amalan memberi pinjaman dengan niat baik:

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبۡسُطُ ۖ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS Al-Baqarah: 245)

Ayat ini menjadi isyarat betapa mulianya perbuatan memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan. Bahkan Allah menyamakan amalan tersebut seperti “meminjamkan kepada Allah”, yang tentu akan dibalas berlipat-lipat kali kebaikan.

Namun, sebagaimana setiap hak pasti diiringi kewajiban, utang tetap harus dibayar. Nabi Muhammad SAW pun sangat menegaskan pentingnya menyelesaikan utang sebelum meninggal dunia. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ruh seorang mukmin akan tertahan sebelum utangnya dilunasi.

Dengan demikian, bagi siapa pun yang berutang, menjadi kewajiban utama untuk mengembalikannya tepat waktu. Di sisi lain, Islam juga mengatur bagaimana etika bagi pemberi pinjaman saat melakukan penagihan. Jangan sampai niat menolong berubah menjadi sumber permusuhan hanya karena cara menagih yang tidak sesuai ajaran syariat.

Baca Juga :

Dasar Hukum Hutang Piutang yang Wajib Diketahui

Dasar Hukum Menagih Hutang dalam Islam

Lantas, bagaimana Islam memandang soal menagih utang? Dalam syariat, menagih utang bukanlah hal yang dilarang. Justru seseorang yang telah meminjamkan harta kepada orang lain memiliki hak penuh untuk menagih kembali apa yang telah ia pinjamkan.

Namun, penting dipahami bahwa Islam menempatkan adab sebagai landasan utama dalam proses menagih utang. Bukan hanya sekadar soal hak, tetapi juga soal akhlak.

Boleh menagih, asalkan…

Ada catatan penting: penagihan hanya boleh dilakukan kepada orang yang memang dalam kondisi mampu untuk membayar. Apabila si peminjam masih berada dalam kondisi kesulitan atau kesempitan, maka hukum menagihnya menjadi tidak diperbolehkan. Bahkan, jika memungkinkan, Islam menganjurkan untuk memberikan keringanan atau bahkan memaafkan utangnya.

Perintah tersebut ditegaskan dalam firman Allah SWT:

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 280)

Apa makna ayat ini? Jika orang yang berhutang berada dalam kondisi sulit, maka jangan paksa ia untuk membayar. Lebih mulia lagi, apabila sang kreditur mau bersedekah dengan cara menghapus sebagian atau seluruh utangnya. Perbuatan seperti ini menunjukkan kemuliaan akhlak, sekaligus mendapatkan pahala yang lebih besar di sisi Allah SWT.

Menurut jumhur ulama atau mayoritas ahli fikih, hak menagih utang tetap ada, namun dengan syarat orang yang ditagih memang memiliki kelapangan finansial. Jika belum, maka wajib bagi pemberi utang untuk menunggu. Prinsip ini tidak hanya menjaga hak pemilik harta, tetapi juga melindungi marwah dan kehormatan orang yang berhutang agar tidak merasa terhina atau terbebani secara psikologis.

Dengan demikian, menagih hutang dalam Islam adalah sebuah hak yang dibingkai oleh adab dan akhlak mulia. Sebuah hubungan sosial yang dibangun atas dasar tolong-menolong harus tetap dijaga dengan saling memahami posisi masing-masing, baik sebagai pemberi maupun penerima pinjaman.

10 Adab Menagih Hutang dalam Islam 

Menagih hutang dalam Islam bukan sekadar soal menuntut hak, tetapi juga harus dilakukan dengan tata krama dan etika yang sesuai syariat. Islam mengajarkan bahwa proses menagih hutang harus dilakukan dengan penuh kesabaran, kelembutan, dan memperhatikan kondisi orang yang berutang agar tidak menimbulkan kerusakan hubungan sosial.

Berikut ini adalah 10 adab penting dalam menagih hutang menurut ajaran Islam yang bisa menjadi pedoman agar proses penagihan berjalan lancar dan penuh berkah.

1. Menagih saat jatuh tempo sesuai kesepakatan

Utang hendaknya ditagih ketika sudah melewati waktu yang disepakati bersama. Imam Ahmad bin Hanbal menegaskan pentingnya menepati janji, termasuk dalam hal waktu pembayaran utang. Menagih tepat waktu menunjukkan sikap profesional dan menghargai kesepakatan yang telah dibuat.

2. Menagih dengan cara yang baik dan sopan

Rasulullah SAW mengajarkan agar menagih hak dengan cara yang baik, tanpa mengancam atau memaksa secara kasar. Sikap lembut dan penuh hormat akan membuat orang yang berutang merasa dihargai dan lebih terbuka untuk menyelesaikan kewajibannya.

3. Memberi kelonggaran jika orang berutang belum mampu membayar

Islam menganjurkan untuk bersikap pemaaf dan memberi kesempatan kepada yang berutang jika sedang dalam kesulitan. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa meringankan beban orang yang terlilit utang adalah amalan yang mendatangkan rahmat di hari kiamat.

4. Tidak mengambil keuntungan dari utang (larangan riba)

Islam melarang keras praktik riba, termasuk menambah jumlah utang dengan bunga atau keuntungan lain. Al-Qur’an menegaskan agar umat Islam meninggalkan riba demi menjaga keadilan dan kemurnian transaksi keuangan.

5. Menagih dengan cara yang tidak memalukan atau menyakiti

Menagih utang sebaiknya tidak dilakukan dengan cara yang mempermalukan atau menyakiti perasaan orang yang berutang. Hal ini penting agar hubungan tetap harmonis dan tidak menimbulkan permusuhan.

6. Bersikap sabar dan tidak terburu-buru

Kesabaran adalah kunci dalam menagih utang. Memberi waktu dan kesempatan kepada debitur untuk menyelesaikan kewajibannya tanpa tekanan berlebihan akan menciptakan suasana yang kondusif.

7. Menghindari menagih di waktu yang tidak tepat

Menagih utang sebaiknya dilakukan pada waktu yang wajar dan tidak mengganggu aktivitas orang yang berutang, misalnya tidak di waktu malam hari atau saat orang tersebut sedang dalam kesulitan besar.

8. Meminta bantuan orang lain dengan cara yang baik jika perlu

Jika debitur sulit dihubungi, boleh meminta orang lain untuk menagih, namun tetap harus diingatkan agar menagih dengan cara yang santun dan tidak kasar.

9. Menjaga hubungan baik meskipun sedang menagih utang

Menagih utang tidak boleh sampai memutus tali silaturahmi. Islam mengajarkan pentingnya menjaga hubungan baik antar sesama, termasuk dalam urusan hutang piutang.

10. Berdoa dan memohon kemudahan dari Allah

Selain usaha secara lahir, menagih utang juga harus disertai doa agar Allah memberikan kemudahan bagi debitur untuk melunasi utangnya dan bagi kreditur agar diberi kesabaran dan keberkahan dalam proses penagihan.

Dengan menerapkan adab-adab ini, proses menagih hutang tidak hanya menjadi kewajiban yang terpenuhi, tetapi juga sarana memperkuat tali persaudaraan dan menjaga keharmonisan sosial sesuai nilai-nilai Islam. Menagih utang dengan cara yang baik akan membawa keberkahan dan menghindarkan dari konflik yang merugikan kedua belah pihak.

Solusi Praktis Menagih Utang Secara Syariat

Menagih utang sesuai syariat bukan hanya soal menagih hak, tetapi juga menjaga akhlak dan hubungan baik dengan sesama. Prinsipnya sederhana, jangan sampai hak kita menimbulkan mudharat bagi orang lain. Bila Anda ingin menagih utang dengan tetap menjaga etika dan sesuai tuntunan syariat Islam, ada baiknya melibatkan pihak ketiga yang berpengalaman.

Debt Recovery Indonesia (DRI) siap membantu Anda dengan pendekatan yang praktis, legal, dan etis. Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun, DRI telah dipercaya oleh lebih dari 400 klien, baik nasional maupun multinasional, untuk menyelesaikan lebih dari 75.000 perkara. Jadi, bila Anda ingin menagih hak Anda dengan cara yang beradab, percayakan prosesnya kepada DRI.

 

Contact us now!

to discuss your debt recovery needs and take the first step towards financial recovery.