Etika Penagihan Utang oleh Debt Collector

Etika Penagihan Utang oleh Debt Collector

Dalam dunia keuangan, peran debt collector seringkali disalah pahami sebagai sosok yang menagih hutang dengan cara kasar dan menakutkan. Namun, di balik tugasnya yang krusial, terdapat landasan etika yang wajib dijunjung tinggi agar proses penagihan berjalan adil dan manusiawi.

Artikel ini mengajak Anda menelusuri bagaimana etika penagihan utang oleh debt collector bukan hanya soal menagih, tetapi juga menjaga hubungan baik antara kreditur dan debitur, serta memastikan hak dan kewajiban masing-masing pihak terlindungi secara profesional dan beradab.

Apa Itu Debt Collector 

Debt collector adalah individu atau kelompok yang secara profesional memberikan jasa penagihan utang atas nama pihak kreditur, baik perorangan maupun lembaga, yang menyewa jasa mereka untuk menghubungi debitur yang menunggak pembayaran.

Baca Juga : Berapa Tarif Jasa Debt Collector ?

Dalam praktiknya, debt collector tidak selalu berupa sosok yang turun langsung ke jalan menagih secara fisik; ada pula yang beroperasi sebagai badan hukum resmi dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan sesuai aturan, seperti yang diterapkan oleh Debt Recovery Indonesia (DRI). 

Pendekatan DRI menekankan prinsip penagihan yang praktis, legal, dan etis, memastikan proses penagihan utang dilakukan dengan profesionalisme dan menghormati hak-hak debitur tanpa menggunakan cara-cara intimidasi atau kekerasan.

Model ini berbeda dengan debt collector yang hanya mengandalkan metode langsung di lapangan, karena DRI dan badan hukum serupa mengedepankan standar pelatihan, administrasi yang jelas, serta kepatuhan pada regulasi perbankan dan perlindungan konsumen, sehingga penagihan utang berjalan efektif sekaligus beretika.

Dengan demikian, keberadaan DRI menjadi solusi penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kreditur dan hak debitur dalam dunia keuangan.

Baca Juga :  Dasar Hukum Hutang Piutang yang Wajib Diketahui

Dasar Hukum tentang Debt Collector

Dasar hukum mengenai debt collector di Indonesia hingga saat ini belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur secara menyeluruh tentang kegiatan penagihan utang oleh pihak ketiga tersebut. Pada prinsipnya, debt collector bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur, biasanya lembaga keuangan atau perusahaan pembiayaan, untuk menagih utang kepada debitur.

Pemberian kuasa ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya mengenai perjanjian kuasa yang dapat dilakukan secara tertulis atau lisan sesuai Pasal 1793 KUHPerdata.

Meskipun belum ada regulasi tunggal yang secara khusus mengatur debt collector, keberadaan mereka diatur melalui kombinasi KUHPerdata, Peraturan Bank Indonesia, dan Peraturan OJK yang mengedepankan prinsip legalitas, etika, dan perlindungan konsumen, sebagai berikut:

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang Mengatur Penagihan Kartu Kredit

Untuk penagihan utang kartu kredit, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 23/2021 dan Surat Edaran BI No. 14/17/DASP Tahun 2012 yang mengatur etika penagihan, jam operasional penagihan, dan larangan penggunaan ancaman atau kekerasan. Penagihan hanya boleh dilakukan antara pukul 08.00 hingga 20.00 waktu debitur dan harus menghormati privasi serta kenyamanan debitur.

2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk Perusahaan Pembiayaan dan Fintech

OJK mengatur penagihan utang oleh perusahaan pembiayaan melalui POJK 35/2018 dan POJK 7/2022, serta penagihan pada layanan fintech melalui POJK 10/2022 dan SE OJK 19/2023. Perusahaan pembiayaan dan fintech wajib memberikan surat peringatan kepada debitur yang wanprestasi dan dapat bekerja sama dengan pihak ketiga (debt collector) yang memenuhi persyaratan legal dan etis.

3. Syarat Legalitas Debt Collector

Debt collector yang bekerja sama dengan lembaga keuangan harus berbadan hukum, memiliki izin resmi dari instansi berwenang, serta memiliki sumber daya manusia yang sudah tersertifikasi di bidang penagihan oleh lembaga sertifikasi profesi yang diakui OJK. Hal ini untuk memastikan penagihan dilakukan secara profesional, legal, dan beretika.

9 Ketentuan Etika Penagihan Utang oleh Debt Collector

Dalam praktiknya, penagihan utang oleh debt collector wajib mengacu pada etika yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip utamanya adalah menjamin proses penagihan dilakukan secara legal, profesional, dan beretika.

Secara umum, penyedia jasa pembayaran, baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya, harus memastikan bahwa proses penagihan utang, baik yang dilakukan secara internal maupun melalui pihak ketiga, sesuai dengan regulasi Bank Indonesia serta ketentuan hukum yang berlaku.

Bila menggunakan jasa pihak ketiga, ada kewajiban tambahan untuk memastikan:

  • Penagihan hanya dilakukan terhadap debitur yang memiliki kualitas kredit diragukan atau macet.
  • Pelaksanaan penagihan oleh pihak ketiga harus sama kualitasnya dengan jika dilakukan oleh penyedia jasa pembayaran itu sendiri.

Ketentuan teknis lebih rinci dapat diatur oleh self regulatory organization (SRO) yang mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia.

Sementara itu, untuk fintech lending (pinjaman online), pelaksanaan penagihan juga wajib mengikuti norma masyarakat dan ketentuan hukum, serta harus dilandasi dengan iktikad baik.

Penyelenggara fintech maupun debt collector dilarang melakukan penagihan dengan cara-cara yang mengintimidasi, menggunakan kekerasan fisik maupun mental, atau tindakan lain yang merendahkan martabat debitur, termasuk perilaku SARA dan cyber bullying.

Tidak kalah penting, penyelenggara pinjol tidak boleh menyebarkan data pribadi pengguna kecuali atas persetujuan tertulis dari pengguna atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pokok Etika Penagihan Utang oleh Debt Collector

Berikut pokok etika penagihan yang wajib dipatuhi:

  1. Menggunakan kartu identitas resmi dari pihak yang bekerja sama dengan penyelenggara, dilengkapi foto diri.
  2. Penagihan tidak boleh menggunakan ancaman, kekerasan, atau tindakan yang mempermalukan penerima dana.
  3. Tidak menggunakan tekanan fisik maupun verbal.
  4. Menghindari kata-kata atau tindakan yang mengintimidasi, merendahkan SARA, harkat, martabat, baik di dunia nyata maupun maya.
  5. Tidak diperkenankan menagih kepada selain penerima dana.
  6. Penagihan tidak boleh dilakukan secara terus-menerus hingga mengganggu.
  7. Hanya boleh dilakukan melalui jalur pribadi, di tempat alamat penagihan atau domisili debitur.
  8. Hanya boleh dilakukan antara pukul 08.00-20.00 waktu setempat.
  9. Penagihan di luar tempat atau waktu tersebut hanya boleh dilakukan jika ada persetujuan dari penerima dana terlebih dahulu.

Baca Juga : Jasa Penagihan Hutang Bisnis yang Dipercaya 400+ Perusahaan

Ketentuan Pidana bagi Pelanggaran Etika Penagihan

Bila debt collector melanggar etika tersebut, ada ancaman pidana yang dapat dikenakan. Salah satunya terkait penghinaan ringan, sebagaimana diatur dalam KUHP lama maupun KUHP baru (UU 1/2023) yang akan berlaku pada tahun 2026.

Contohnya:

  • Pasal 315 KUHP lama: Mengancam pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau denda maksimal Rp4,5 juta bagi pelaku penghinaan ringan.
  • Pasal 436 UU 1/2023: Ancaman pidana penjara hingga 6 bulan atau denda maksimal Rp10 juta.

Penghinaan ringan ini mencakup penghinaan secara lisan atau perbuatan di muka umum atau di hadapan orang yang bersangkutan secara langsung. Contoh perbuatan yang termasuk penghinaan ringan misalnya memaki seseorang dengan kata-kata kotor atau merendahkan.

Jika penagihan dilakukan disertai kekerasan fisik, pelaku dapat dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, yang ancamannya mencapai 2 tahun 8 bulan penjara, atau bahkan 5 tahun jika menimbulkan luka berat.

Tidak hanya soal kekerasan, debt collector juga bisa dijerat dengan pasal pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP) jika melakukan tuduhan palsu yang bertujuan merusak nama baik seseorang.

Intinya, proses penagihan utang tidak boleh dilakukan secara semena-mena. Ada batasan hukum yang tegas dan jelas.

Percayakan Penagihan Utang Anda kepada Pihak yang Beretika

Etika dalam penagihan utang menjadi hal yang sangat penting agar prosesnya tidak melukai nama baik atau bahkan menimbulkan masalah hukum. Di sinilah pentingnya memilih jasa penagihan yang benar-benar profesional. Debt Recovery Indonesia (DRI) memberikan layanan penagihan dengan pendekatan hybrid: personal, hukum, sekaligus psikologis.

Seluruh prosesnya dilakukan dengan menjunjung tinggi etika, legalitas, dan profesionalitas. DRI telah dipercaya oleh lebih dari 400 klien dan berhasil menyelesaikan lebih dari 75.000 perkara penagihan.

Jadi, jika Anda ingin menagih piutang tanpa merusak reputasi bisnis, percayakan pada DRI, karena menagih utang bisa dilakukan dengan cara yang praktis, legal, dan tetap beretika.

 

Contact us now!

to discuss your debt recovery needs and take the first step towards financial recovery.