Apakah ada debt collector legal dan bagaimana aturan hukumnya di Indonesia? Ini mungkin menjadi pertanyaan bagi banyak orang meskipun istilah debt collector bukan lagi sesuatu yang baru di masyarakat. Yuk, ketahui lebih banyak seputar debt collector di artikel berikut.
Baca juga: Jasa Debt Collector, Alasan Perusahaan Gagal Menagih Hutang
Apa Itu Debt Collector?
Istilah debt collector diambil dari Bahasa Inggris yaitu “debt” yang artinya utang dan “collector” yang artinya pengumpul. Dalam konteks utang piutang, collector dapat diartikan sebagai penagih. Jika digabungkan, istilah “debt collector” berarti penagih utang.
Jadi, secara umum pengertian debt collector adalah orang atau beberapa orang yang menyediakan jasa menagih utang. Debt collector merupakan pihak ketiga dalam hubungannya dengan penagihan utang piutang kreditur dan debitur.
Jasa penagih utang ini kerap digunakan oleh perusahaan penyedia kredit atau pinjaman seperti bank, leasing, dan lain-lain. Kreditur memberikan kuasa kepada debt collector untuk melakukan penagihan piutang. Debt collector mungkin akan menghubungi atau mendatangi langsung debitur.
Hubungan Debt Collector dan Kreditur
Konsep penagihan utang sebenarnya sudah dilakukan dari ribuan tahun lalu. Dulu, penagihan utang ini berhubungan dengan penarikan pajak oleh pemerintah atau penagihan atas utang antar individu.
Di era modern, penagihan hutang merupakan aktivitas yang berkaitan erat dengan dunia perbankan terutama layanan kartu kredit. Bank ataupun pemberi kredit biasanya memiliki staf khusus yang menangani pengembalian kredit dari debitur.
Hanya saja, terkadang ada kredit yang bermasalah karena debitur yang mengabaikan kewajibannya dalam membayar utang mereka meskipun pihak bank sudah memberikan kelonggaran. Bank atau pihak kreditur pun mengambil keputusan menggunakan debt collector legal untuk menangani hal tersebut.
Umumnya, kreditur lebih memilih menggunakan debt collector karena efisiensi biayanya. Biaya “membayar” debt collector bisa lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan jika menempuh jalur hukum.
Belum lagi dengan prosedur hukum yang panjang dan berbelit-belit. Alasan ini yang membuat kreditur memutuskan untuk menggunakan jasa penagih utang daripada harus menunggu eksekusi pengadilan yang lama atau bahkan sulit.
Debt Collector di Mata Hukum
Meskipun debt collector bukan sesuatu yang asing lagi di masyarakat, tetapi peraturan hukum yang spesifik mengatur debt collector belum ada. Beberapa peraturan atau dasar hukum hanya membahas mengenai penagihan utang.
Salah satunya adalah Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2009 yang mengatur mengenai penagihan utang kartu kredit. Apabila kreditur menggunakan jasa debt collector kartu kredit:
– Penagihan hanya dapat dilakukan pada tagihan kartu kredit yang masuk kategori kolektibilitas “macet atau diragukan” sesuai kriteria kolektibilitas BI.
– Kreditur atau penerbit harus menjamin penagihan oleh debt collector dilakukan dengan cara yang sesuai dan tidak melanggar hukum.
– Perjanjian kerja sama penerbit dengan pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan penagihan utang kartu kredit harus memuat klausa mengenai tanggung jawab penerbit atas segala akibat hukum dari perjanjian tersebut.
Kemudian, dalam Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2012 Nomor 14/17/DASP juga disebutkan mengenai aturan bank yang menggunakan debt collector legal. Beberapa aturan yang perlu ditaati antara lain:
– Pihak lain (debt collector) hanya boleh menagih utang macet sesuai kriteria kolektibilitas Bank Indonesia. Utang yang dikategorikan sebagai utang macet adalah utang yang keterlambatan cicilannya sudah 6 bulan atau lebih.
– Kualitas dan tata cara pengagihan utang oleh debt collector harus sesuai standar bank. Pihak bank juga harus memastikan debt collector mengikuti standar tersebut.
– Pihak lain (debt collector) yang melakukan penagihan harus sudah memiliki pelatihan yang memadai.
– Identitas pihak lain (debt collector) harus jelas dan memiliki pencatatan administrasi di bank.
Dari peraturan-peraturan ini, maka dapat dipahami bahwa keberadaan debt collector di Indonesia secara hukum tidak dilarang. Namun, dalam pelaksanaannya harus mengikuti aturan yang berlaku untuk menjadi debt collector legal. Salah satunya adalah tidak melakukan tindakan kekerasan.
Etika Penagihan Utang
Seorang debt collector dalam menagih utang harus sesuai etika. Berikut beberapa etika penagihan utang oleh debt collector.
- Pihak lain yang menjadi debt collector saat menagih utang harus memakai identitas resmi dari bank ataupun penerbit kredit dengan identitas berfoto.
- Penagihan utang oleh debt collector harus tanpa ancaman, tindakan yang sifatnya memalukan, dan tanpa kekerasan.
- Penagihan utang oleh debt collector dilarang menggunakan tekanan fisik maupun verbal.
- Penagihan utang oleh debt collector hanya dilakukan kepada debitur, selain debitur adalah dilarang.
- Penagihan utang melalui sarana komunikasi tidak boleh bersifat mengganggu atau dilakukan terus menerus.
- Penagihan utang secara langsung hanya boleh dilakukan di tempat yang sesuai alamat atau domisili debitur.
- Penagihan utang hanya dapat dilakukan antar pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat.
- Penagihan selain domisili debitur hanya dilakukan jika ada persetujuan dari debitur.
Baca juga: Jasa Debt Collector Jakarta: Cara Kerja dan Tips Memilihnya
Ketentuan Pidana dengan Ancaman untuk Debt Collector
Apabila penagihan oleh debt collector tak sesuai etika yang berlaku, maka tindakannya dapat dijerat hukum dengan pasal pidana.
1. Penagihan dengan kekerasan
Penagihan utang oleh debt collector yang menggunakan kekerasan dapat dikenai pasal penganiayaan. Dalam peraturan undang-undang pasal 351 KUHP, tindakan penganiayaan dapat diancam dengan pidana maksimal delapan bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
2. Penagihan memakai kata-kata kasar
Jika penagihan dilakukan debt collector menggunakan kata-kata kasar atau yang mempermalukan harga diri, maka dapat dikenai pidana dengan pasal penghinaan. Sesuai pasal 310 KUHP yang menjelaskan bahwa siapa pun yang sengaja menyerang nama baik atau kehormatan seseorang dapat diancam pidana tentang pencemaran nama baik dengan pidana maksimal sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 4.500.
Perbedaan Debt Collector yang Legal dan Ilegal
Berbicara mengenai debt collector, Anda mungkin langsung terbayang dengan sosok penagih utang yang menakutkan. Jika Anda menemui debt collector yang berkata kasar, melukai, atau merugikan debitur, mungkin mereka adalah debt collector illegal.
Anda perlu tahu ada juga debt collector legal yang berbeda dengan debt collector ilegal. Apa saja perbedaannya?
1. Legalitas
Penagih utang atau debt collector yang legal pasti beroperasi secara sah dan terdaftar resmi di lembaga hukum tertentu. Berbeda dengan debt collector ilegal yang biasanya tidak memiliki izin dan mereka beroperasi secara ilegal.
2. Metode Penagihan
Penagih utang yang legal melakukan penagihan sesuai etika dan aturan yang berlaku, tidak menggunakan tindakan kekerasan maupun ancaman. Sedangkan, penagih utang ilegal cenderung melakukannya dengan tindakan yang intimidatif atau tidak sesuai aturan hukum.
3. Transparansi
Debt collector yang legal akan memberikan informasi yang jelas, seperti jumlah utang, bunga, dan biaya lain sehingga semuanya transparan. Berbeda lagi dengan debt collector ilegal yang tidak transparan atau tidak bisa memberikan informasi yang jelas kepada debitur.
4. Hak Konsumen
Debt collector yang legal juga menghormati hak konsumen dengan tidak melakukan tindakan atau melontarkan pernyataan yang merugikan debitur. Sementara itu, debt collector ilegal kerap berkata kasar dan cenderung mengabaikan hak debitur atau konsumen.
Jadi, pada prinsipnya debt collector adalah sesuatu yang legal jika pelaksanaannya sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan. Jika Anda sedang mencari debt collector legal, dapat menghubungi Debt Recovery Indonesia.
Sebagai jasa hukum penagihan piutang komersial, DRI sudah berpengalaman lebih dari 19 tahun dengan lebih dari 400 klien nasional dan multinasional.